Selasa, 15 November 2011

Bapak..

Kesehatan bapak belakangan ini makin mburuk. Kata orang, ini penyakit orang yang sudah tua, demam, meriang, itu sudah biasa. Tapi bagiku tetap saja mbuat hati ini selalu basah. Hanya bapak satu2 org tua yg kupunya saat ini. Salah satu alasan untuk aku tetap bjuang mlawan kerasnya dunia, untuk bapak. Ibu, selalu basah mata ini kala mngingatnya. Kerinduan padanya bgitu memuncak.

Kini,di usia yg sudah melebihi kepala 6, semakin ringkih melihat fisiknya. Meski demikian, bapak masih saja harus banting tulang mencari nafkah. Padahal di usianya ini, sharusnya dia tinggal memetik hasil dari pjuangan membesarkan kelima anaknya.

Aku bangga dgn bapak. Selalu bsemangat jika melihat sinar matanya, selalu berpikiran positif jika melihat orang lain, selalu brusaha melakukan yg tbaik dgn jerih payahnya sendiri, selalu membagi hal baik dari sdikit ilmu yg dimiliki, serta selalu bangga jika bercerita tentang anak2nya. Ya, bapak cukup bangga dengan kelima anaknya, meskipun tidak ada satupun dr kami yg menjadi orang penting atau berlebihan secara ekonomi. Namun bagi bapak, kmandirian kami smua adalah hal yang patut disyukuri.

Bapakku yang tulus, cukup damai dengan kehadiran 7 orang cucunya kini. Berusaha selalu adil dalam membagi kasih sayang. Namun, hal yg mengganjal baginya kini hanya satu. Segera melepas aku dan kakakku utk membentuk kehidupan sendiri. Sedih jika mengingat ini, karna akupun tdk tahu kapan jodohku akan datang. Di usiaku kini yg sudah menginjak seperempat abad, aku masih jg belum tahu, kapan bisa benar2 mandiri, benar2 lepas dr ketergantungan hidup dr bapak? Kapan membalikkan kondisi saat bapak tdk lagi peras keringat mencari nafkah, tapi aku yang menanggung hidup dan kebutuhannya? Kapan aku mengenalkan seseorang padanya yg bapak yakini akan menjaga dan mbahagiakanku kelak? Kapan aku akan mberikannya cucu2 yg lucu dan menggemaskan? Menjerit hati ini jika pertanyaan2 itu terlontar kembali.

Pagi ini, saat memasuki kamarnya, aroma obat dan minyak angin begitu menyengat. Bapak masih tergeletak tenang di balik selimut, dia masih demam. Saat berpamitan dan mencium punggung telapak tangannya, dengan mata setengah terpejam, bapak kembali mempertanyakan kapan aku akan memperkenalkan seseorang kembali padanya. Bapak tersenyum. Aku tahu, bapak tidak pernah mamaksa, namun ada keinginan kuat yg terpancar dr matanya. Aku hanya tersenyum getir, suatu jawaban yang sudah amat dia maklumi. Namun cukup membuat mataku kembali basah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar