Selasa, 01 November 2011

Rencana

Apa sih yang ada dalam benak kalian jika terlontar kata sakti ini? Waktu saya masih berumur di bawah 20 tahun, terutama ketika saya masih merasakan euphoria menjadi “mahasiswa”, saya banyak berpikir tentang kata sakti tersebut. Mungkin karena merasa telah mencapai sesuatu yang memang sangat didambakan sejak SMA, ego saya jadi tak beraturan meningkatnya. Saat itu saya adalah orang yang sangat menjunjung tinggi “rencana”. Rencana yang menurut saya dapat membawa saya ke kehidupan yang lebih baik. Segala sesuatu saya pikirkan dengan rinci. Rencana yang baik akan berdampak pada masa depan yang baik pula. Saya pun berpikir bahwa selama segala hal menyangkut masa depan tidak diputuskan secara sembrono, maka segala sesuatunya pun akan sesuai dengan tujuan.
Saat itu saya telah membuat daftar segala hal yang harus saya capai dan apa yang harus saya lakukan untuk mencapainya. Satu per satu rencana yang saya susun memang membuahkan hasil yang saya inginkan. Semakin lama saya semakin menjadi orang yang ambisius. Rasa ambisius itu membuat saya menjadi terobsesi dengan pencapaian rencana-rencana tersebut. Saya percaya bahwa saya bisa dan saya memiliki kualitas yang tidak dimiliki orang-orang tertentu untuk mencapai rencana tersebut. Saya punya strategi. Saya percaya diri dengan konten yang saya miliki untuk mencapai tujuan.

Tapi saya tidak terlalu bahagia.

Saya memang bahagia ketika saya bisa lolos tes masuk universitas negeri karena keuletan saya belajar pd waktu itu. Saya memang bahagia ketika saya bisa mendapatkan IPK di atas 3 karena mendapat julukan mahasiswa “kupu-kupu” (kuliah pulang-kuliah pulang). Namun justru semua itu merupakan pemicu dari kesombongan saya mengenai apa yang dikatakan sebagai Rencana Tuhan. Saya lupa bahwa ada yang Maha Tinggi dan Maha Jitu dalam mewujudkan segala sesuatunya.
Saya belajar keras dan aktif di kelas untuk meraih IP di atas 3.5 pada semester tertentu, namun saya gagal. Saya kecewa berat.
Saya memilih pacar yang memiliki konten luar biasa bagus dan memiliki husband material, tapi belakangan baru diketahui bahwa pacar saya itu tidak setia. Saya menangis seminggu.
Semua itu menyadarkan saya bahwa rencana bukanlah satu-satunya hal utama dalam mencapai tujuan. Bukan hanya diri manusia sendiri yang bisa menentukan masa depannya. Ada sesuatu yang ghaib dalam sebuah proses pencapaian tujuan. Rencana adalah hal yang sangat baik, namun hal itu akan berubah menjadi kesombongan jika kita melihat actor yang berperan sebagai pemeran utama dalam pencapaian tujuan tersebut hanyalah “aku, diriku, dan saya”.

Sekarang sdh masuk bulan November. Sebentar Lg berganti tahun. Saatnya saya mbuat rencana2 Lg..◦°◦º Hhhм̲̅м̲̅м̲̅м̲̅м̲̅ ◦°◦º..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar